Salah seorang anak muda NU yang paling produktif menulis adalah Ahmad Baso. Sudah banyak buku dia terbitkan. Setelah menulis NU Studies, kali ini dia sedang mengerjakan "megaproyek" pribadi berjudul Pesantren Studies. Tidak tanggung-tanggung buku terakhir ini akan terbit 14 jilid.
Ahmad
Baso lahir di Makassar dan menempuh pendidikan pesantren di sana.
Pendidikan S1-nya tidak terlalu “sukses” dan mungkin dia tidak terlalu
tertarik dengan pendidikan formal. Dia sempat aktif di PP Lajnah Ta’lif
wan Nasyr NU, lalu pada periode ini di PP Lakpesdam. Lima tahun kemarin
ia juga aktif sebagai anggota Komnas HAM, tapi diam-diam dia masih
menulis banyak buku.
Berikut perbincangan A. Khoirul Anam dari NU Online dengan Ahmad Baso di rumahnya, kawasan Ciputat Tangerang, Ahad (25/11) lalu.
Sudah terbit dua buku Pesantren Studies, rencananya berapa buku lagi akan terbit?
Yang
sudah terbit itu Buku II, bagian 2a dan 2b. Rencananya ini nanti ada
sembilan buku. Buku II dan III nanti masing-masing empat dan tiga buku.
Jadi total nanti akan ada 14 buku.
Sebegitu banyak? Apa tidak kehabisan bahan?
Ilmu pesantren itu tidak akan habis ditulis
Kenapa terbit buku dua lebih dulu?
Al-Qur’an juga kan turunnya tidak urut, hee.
Apa buku satu nanti merupakan teoritisasi dari keseluruhan buku yang ditulis?
Tidak
juga. Ada sendiri, berbeda dengan buku-buku lainnya. Buku I ini nanti
lebih ke kronologi. Misalnya akan saya tunjukkan bahwa ada satu
peristiwa sejarah penting, sementara kiai pesantren yang terlibat tidak
ditulis.
Bagaimana cara menulis sebanyak itu?
Menulis
itu lebih ke pengalaman. Ide itu justru terkadang muncul ketika
menulis. Ketika menulis, saya lima jam di depan komputer itu tidak
cukup. Saya menulis satu buku dulu. Nah di tengah-tengah saya dapat
tema-tema baru. Ini baru tema dan datanya belum terkumpul, dan saya
sering menemukan data-datanya secara tidak sengaja. Pas saya baca buku,
tiba-tiba saya menemukan data yang saya butuhkan.
Jika
diperhatikan metode Anda menulis ini seperti khasyiyah, kalau bahasa
kitab kuningnya. Pembahasan dimulai dengan kutipan teks, lalu
dikomentari bermacam-macam, dan bisa jadi komentarnya sangat berbeda
dengan teks yang dikutip. Apa begitu?
Ya memang begitu, hee,
ada kritik teks juga. Di situ kita juga mengungkap data lain. Kita juga
menemukan data sejarah, lalu kita interpretasi sendiri.
Pesantren Studies ini lebih ke bidang sejarah atau anthropologi?
Buku ini mengenai sekat-sekat itu. Ada sejarah, anthropologi, ada filologi juga.
Apa benar buku ini diterbitkan sendiri?
Habis tidak ada pererbit yang mau, hee. Tadinya sempat ditawarkan ke Cak Anam Duta Masyarakat, tapi percetakannya tidak siap, belum punya pengalaman untuk menerbitkan buku. Jadi diterbitkan sendiri; Pustaka Afid. Afid itu nama anak saya.
Ada donatur?
Funding
begitu? Boro-boro, hee. Biaya penerbitan sendiri, dari keluarga istri.
Makanya pemasaran juga dia ikut memasarkan. Pertama dicetak 1000
eksemplar dulu. Pokoknya dicetak sepunyanya dana. Rencananya terbit awal
untuk modal terbit selanjutnya, dan seterusnya.
Distribusinya bagaimana?
Lewat
jaringan teman-teman aja. Bahasiswa juga banyak. Misalnya ada temen di
IAIN Surabaya, dia ini sepertinya dosen, yang menjual buku saya hingga
seratus lebih.